Budidaya Ayam Cemani


Ayam kedu merupakan jenis ayam lokal yang mempunyai karakteristik dan keunggulan tersendiri dibandingkan ayam lokal lainnya. Ayam kedu ini berasal dari daerah Karisidenan Kedu, Jawa Tengah tepatnya didaerah Temanggung dan sekitarnya. Jenis ayam kedu ada tiga macam, yaitu: kedu putih, kedu hitam (atau sering disebut dengan ayam cemani) dan campuran. Ketiga jenis ayam kedu tersebut dibedakan berdasarkan warna bulunya.
Ayam Kedu putih populasinya sangat sedikit sedangkan ayam Kedu warna (campuran) populasinya sudah tidak terkontrol karena sudah bercampur dengan ayam lokal lainnya. Ayam Kedu hitam populasinya tidak diketahui secara pasti. Ayam Kedu Hitam yang seluruh tubuhnya berwarna hitam lebih dikenal sebagai ayam 'CEMANI', warna hitam pada seluruh ayam selain bulu juga menyebar mulai dari jengger, kulit muka, mata, paruh, kaki, cakar, kuku sampai ke rongga mulut dan lubang dubur (cloaca).
Ayam cemani merupakan salah satu jenis ayam lokal khas propinsi Jawa Tengah yang berasal dari Karisidenan Kedu tepatnya di daerah Kabupaten Temanggung dan sekitarnya. Ayam cemani ini banyak dipelihara oleh masyarakat di desa Kedu, desa Beji dan desa Kahuripan, Kecamatan Kedu Kabupaten Temanggung sejak awal abad 20.
 Perbedaan antara ayam Kedu Hitam dan ayam Cemani adalah pada ayam Kedu Hitam sebaran warna hitam hanya pada bulunya saja, sedangkan pada ayam Cemani sebaran warna hitam menyebar keseluruh tubuh. Jadi ayam Cemani merupakan ayam Kedu hitam tetapi ayam kedu hitam belum tentu ayam Cemani. Diduga ayam cemani ini didapat dari hasil perkawinan antar keluarga yang dekat hubungan kerabatnya dari beberapa generasi diikuti dengan seleksi kearah ayam yang berwarna hitam.
A.  Sejarah Ayam Cemani
     Asal usul ayam kedu hitam sampai saat ini belum dapat diketahui dengan pasti. Banyak versi yang beredar di masyarakat diantaranya versi Makukuhan dan versi Tjokromiharjo. Versi Makukuhan mengatakan bahwa ayam kedu ini pada berakhirnya kerajaan Majapahit dibawa kekerajaan Demak oleh Ki ageng Makukuhan, berkembang sampai ke daerah Kedu. Versi ini sudah melegenda di desa Kedu dan sekitarnya. Versi lain diperkenalkan oleh seorang masyarakat dari desa Kalikuto Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang bernama Tjokromiharjo. Tokoh ini merupakan Kepala Desa Kalikuto yang mencurahkan perhatiannya dibidang peternakan. Menurut Laporan Minggu Pagi tanggal 7 Juni 1959, bahwa Pak Tjokro mendapat pengetahuan peternakan dari kursus-kursus yang diadakan oleh Dr. Douwes Dekker pada tahun 1919 di Bandung dan hasil korespondensinya dengan ahli perunggasan dari Colorado bernama Mr. Schelter.

     Versi pak Tjokro menceritakan bahwa ayam kedu asalnya bukan dari daerah Kedu. Ayam Kedu merupakan hasil persilangan dari beberapa generasi ayam dari Inggris yang dibawa oleh Rafles dengan ayam lokal dari daerah Dieng, Jawa Tengah. Jenis ayam yang dibawa oleh Rafles tersebut diperkirakan ayam Dorking dan hasil keturunan dari hasil perkawinan tersebut menyebar sampai ke daerah Kedu dan sekitarnya.
     Nama ayam Kedu muncul pada tahun 1926, sebelumnya nama ayam Kedu adalah ayam hitam. Nama ayam hitam dikenal pada tahun 1924, pada waktu itu Pak Tjokro mengikutkan ayam hitamnya di Pekan Raya Surabaya dan mendapat hadiah utama. Pada tahun 1926 ayam hitam Pak Tjokro diikutkan lagi di Pekan Raya Semarang dan mendapat juara lagi. Karena banyak ayam hitam yang ikut pada lomba tersebut untuk membedakan ayam Pak Tjokro diberikan nama ayam hitam kedu sesuai daerah asal Pak Tjokro yaitu Karisidenan Kedu. Nama ayam hitam kedu disingkat menjadi ayam kedu.
     Ayam kedu merupakan salah satu kelompok ayam dari berbagai ternak unggas di Indonesia yang hidup dan berkembang di dalam wilayah Kedu Kabupaten Temanggung. Warna bulu ayam kedu sangat bervariasi dari putih, blorok, wido, abu, merah dan hitam namun terdapat kecenderungan peternak untuk mengembangkan hanya yang berwarna hitam polos atau hitam dengan sedikit warna merah tua didaerah leher dan punggung
     Ayam kedu termasuk dalam tipe dwiguna, yaitu ayam yang dapat diambil manfaatnya berupa daging dan telurnya, bahkan kadang-kadang untuk hobi (biasanya ayam kedu hitam/cemani). Permasalahan yang dihadapi dalam perkembangan ternak ayam kedu adalah rendahnya produktivitas ayam kedu, sebagai akibat dari pengelolaan yang masih tradisional, sehingga upaya yang dilakukan adalah mengubah pengembangan ayam kedu dari pola tradisional menjadi berwawasan agribisnis. Untuk itu ada beberapa faktor pendukung yang perlu diperbaiki, yaitu mulai dari pengelolaan sarana produksi, teknologi yang tepat guna, dukungan permodalan, pasar serta peternak yang berwawasan bisnis. Ayam kedu merupakan salah satu jenis ayam buras yang telah populer sejak lama dan telah menyatu dengan kehidupan masyarakat petani di pedesaan. Ayam kedu dipelihara dengan berbagai tujuan dan manfaat antara lain sebagai penghasil daging dan telur, untuk menambah pendapatan serta sebagai hobi dan kesayangan (khususnya ayam cemani / kedu hitam).
B.  Jenis-jenis Ayam Kedu
Menurut versi Balitnak (2004), ada beberapa jenis ayam kedu yang disebut sesuai dengan warnanya bulu dan tubuhnya, yaitu kedu hitam (lebih dari 90,6 persen), ayam kedu putih (3,4 persen) ayam kedu cokelat (0,2 persen), ayam kedu kelabu (0,1 persen) dan ayam kedu lurik (5,7 persen). Adapun menurut masyarakat peternak di Kabupaten Temanggung hanya ada tiga jenis ayam kedu, yakni ayam kedu hitam, kedu putih dan kedu campuran.
Berdasarkan penampilan warnanya, ayam kedu dapat dibedakan menjadi empat jenis sebagai berikut :
a.  Ayam Kedu Hitam
Ayam kedu hitam mempunyai penampilan fisik hamper hitam semua, tetapi kalau diamati secara teliti warnanya tidak terlalu hitam. Penampilan kulit pantat dan jengger masih mengandung warna kemerah-merahan. Bobot ayam kedu hitam jantan dewasa antara 2 Kg – 2,5 Kg, sedangkan yang betinanya hanya 1,5 Kg. Ayam ini sering disamakan dengan ayam cemani karena tampak serba hitam .
b.  Ayam Kedu Cemani
Ayam kedu cemani memiliki penampilan sosok tubuh hitam mulus, termasuk paruh, kuku, telapak kaki, lidah, telak (langit-langit mulut), bahkan daging dan tulangnya juga hitam. Sosok tubuh ayam kedu jantan dewasa tinggi besar dan bobotnyaantara 3 Kg- 3,5 Kg, sedangkan yang betina dewasa berbobot antara 2 Kg- 2,5 Kg.
c.  Ayam Kedu Putih
Ayam kedu putih ditandai dengan warna bulu putih mulus, jengger dan kulit mukanya berwarna merah, sedangkan kakinyaberwarna putih atau kekuning-kuningan. Jenggernya tegak berbentuk wilah. Bobot ayam jantan kedu putih dewasa mencapai 2,5 Kg. Sedangkan bobot ayam kedu putih betina 1,2 Kg – 1,5 Kg.
d.  Ayam Kedu Merah
Ayam kedu merah ditandai dengan warna bulu hitam mulus, tetapi kulit muka dan jengger berwarna merah, sedangkan kulit badannya berwarna putih. Sosok tubuh ayam kedu merah tinggi besar dengan bobot ayam jantan dewasa 3 Kg-3,5 Kg, Sedangkan bobot ayam betina 2 Kg-   2,5 Kg.
Menurut Balitnak (2004), ayam jantan dewasa pada waktu berdiri normal mencapai tinggi sekitar 60 cm dengan lingkar dada mencapai 34 cm dan panjang sayap 25 cm. Sementara itu ayam betina dewasa mencapai tinggi 50 cm dengan lingkar dada 27 cm dan panjang sayap 21 cm. Bobot anak ayam umur sehari berkisar antara 28-32 gram/ekor, kemudian bobot ayam betina umur 5 bulan berkisar antara 1200-1300 gram/ekor. Adapun  ayam jantan umur 5 bulan berkisar antara 1400-1500 gram/ekor.
Umur pertama bertelur berkisar antara 4,6-6,5 bulan. Produksi telur pada pemeliharaan diumbar dan semi intensif berkisar 56-77 butir/ekor/tahun, berbeda dari ayam kedu yang dipelihara secara intensif dalam kandang batere dapat mencapai 215 butir/ekor/tahun. Bobot telur ayam berkisar antara 41-49 gram/butir. Konsumsi pakan ayam dewasa per  hari mencapai 93 gram per ekor.
Berdasarkan hasil penelitian Cresswell dan Gunawan (1982), yang membandingkan produksi telur antara ayam kedu dan jenis ayam lokal lain selama 52 minggu menunjukkan bahwa produksi telur ayam kedu hitam ’’cemani’’ lebih tinggi, yakni 58.8 persen; sedangkan jenis kedu putih 54 persen; ayam nunukan 50 persen dan ayam pelung 32 persen.
C.  Budidaya Ayam Cemani
Ayam kedu termasuk dalam tipe dwiguna, yaitu ayam yang dapat diambil manfaatnya berupa daging dan telurnya, bahkan kadang-kadang untuk hobi (biasanya ayam kedu hitam/cemani). Permasalahan yang dihadapi dalam perkembangan ternak ayam kedu adalah rendahnya produktivitas ayam kedu, sebagai akibat dari pengelolaan yang masih tradisional, sehingga upaya yang dilakukan adalah mengubah pengembangan ayam kedu dari pola tradisional menjadi berwawasan agribisnis. Untuk itu ada beberapa faktor pendukung yang perlu diperbaiki, yaitu mulai dari pengelolaan sarana produksi, teknologi yang tepat guna, dukungan permodalan, pasar serta peternak yang berwawasan bisnis. Ayam kedu merupakan salah satu jenis ayam buras yang telah populer sejak lama dan telah menyatu dengan kehidupan masyarakat petani di pedesaan. Ayam kedu dipelihara dengan berbagai tujuan dan manfaat antara lain sebagai penghasil daging dan telur, untuk menambah pendapatan serta sebagai hobi dan kesayangan (khususnya ayam cemani/kedu hitam).
Ada berbagai alasan yang mendorong masyarakat untuk membudidayakan ayam kedu, antara lain karena ayam kedu cepat berkembang baik, daging dan telurnya banyak disenangi konsumen sehingga tidak mengalami kesulitan dalam pemasarannya walaupun harganya relatif lebih mahal dari jenis unggas lain.
Manfaat langsung yang dapat diperoleh masyarakat petani dari usaha peternakan ayam kedu adalah 1) Dengan penjualan produknya (telur atau daging) akan diperoleh uang tunai yang dapat digunakan untuk keperluan sehari-hari; 2) Dengan mengkonsumsi telur dan daging ayam lebih sering, maka pemenuhan gizi protein hewani menjadi meningkat dimana hal ini akan berpengaruh langsung pada kesehatan, kekuatan, pertumbuhan serta kecerdasan terutama pada anak-anak.
Secara teknis, pengelolaan ayam kedu tidak terlalu menuntut penggunaan teknologi mutakhir, karena ayam kedu memiliki kelebihan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, pakan mudah dan dapat memanfaatkan sisa-sisa hasil pertanian atau sisa-sisa dapur serta lebih tahan terhadap penyakit.
Budi daya ayam cemani relatif mudah, hanya butuh ketelatenan saja. Ayam cemani kecil sangat rentan terhadap kematian terutama pada suhu yang rendah. Untuk mengantisipasinya pemeliharaan DOC sampai usia satu bulan ditempatkan pada kandang Box yang diberi lampu pijar. Lampu pijar akan membantu menjaga suhu ruangan tetap hangat. Pada pagi hari box anakan Ayam Cemani ditempatkan pada tempat yang terkena sinar matahari dan diletakkan pada tempat yang relatif teduh jika matahari mulai terik.
Pakan ayam cemani pada usia muda adalah konsentrat starter dengan pemberian pakan setiap kali ayam lapar, semakin banyak anakan cemani mengkonsumsi makanan semakin cepat pertumbuhannya asal jangan sampai terlalu gemuk. Setelah Usia satu bulan pakan sudah mulai dicampur dengan makanan lain seperti bekatul,nasi aking dan campuran makanan yang ada di sekitar kita. Pemberian campuran ini untuk menghemat pakan konsentrat, karena menurut pengalaman peternak ayam cemani pertumbuhan ayam cemani dengan pakan konsentrat murni dan campuran tidak ada perbedaan yang significant, dari segi ekonomis kurang menguntungkan.
Dengan bertambahnya usia ayam cemani bertambah pula ukuran tubuh dan jumlah bulu-bulunya, ayam sudah harus mulai dipindah pada kandang yang lebih luas. Pemanasan dengan lampu pijar diseduaikan dengan kebutuhan, jika suhu tidak terlalu dingin bisa ditiadakan. Kandang yang terlalu sempit akan mengganggu pertumbuhan dan membuat kandang menjadi lembab. Kandang yang lembab akan berpotensi mendatangkan bibit penyakit. Penempatan kandang hendaknya terpisah dari pemukiman dan terkena sinar matahari yang cukup terutama pada pagi hari. Karena itu pada Pola budi Daya ayam cemani diusahakan kandang menghadap ke arah timur.
Ayam cemani dapat dipelihara dalam kandang berlantai kawat, bambu ataupun langsung di atas lantai tanah atau semen yang dialasi sekam atau serbuk gergaji secukupnya.
Ukuran kandang bervariasi disesuaikan dengan besar-kecilnya ayam. Untuk ayam dewasa setiap luasan lantai 1 m2, maksimum dapat diisi oleh 4-6 ekor. Ruangan dalam kandang ayam harus terhindar dari pemanasan matahari langsung dan basah kena air hujan.
Ventilasi dibuat secukupnya di sekitar dinding kandang. Kebersihan kandang harus selalu dipelihara untuk menghindarkan ayam dari penyakit. Larutan desinfektant dapat dipakai untuk menyeprot setiap pojok kandang setelah dibersihkan dari sampah dan debu. Penerangan dapat diberikan secukupnya terutama untuk anak-anak ayam agar memudahkan pengontrolan pada waktu malam hari.
Pada pemeliharaan ayam cemani dewasa pemberian pakan sudah diatur satu hari dua kali, dengan makanan berupa konsentrat petelur, jagung giling, bekatul dan campuran makanan lainnya. Kandang juga sudah bukan lagi berupa box tapi berupa kandang terbatas, kandang bateray, atau dibiarkan bebas berkeliaran. Pemberian konsentrat petelur ini ditujukan untuk meningkatkan kualitas dan jumlah telur yang dihasilkan. Telur-telur yang dihasilkan ayam cemani bisa dieramkan dengan cara natural melalui indukan cemani, indukan ayam kamoung atau indukan entok. Dengan cara yang lebih modern telur ayam cemani bisa dieramkan dengan menggunakan mesin tetas dengan masa menetas 21 hari sama dengan ayam kampung biasa.
     Ayam cemani merupakan ayam lokal khas Indonesia yang berkembang awal di daerah Temanggung. Ayam ini memiliki ciri seluruh tubuhnya berwarnahitam mulai dari bulu, menyebar mulai dari jengger, kulit muka, mata, paruh, kaki, cakar, kuku sampai ke rongga mulut dan lubang dubur (cloaca). Ayam Cemani merupakan tipe ayam dwi guna yaitu bisa dimanfaatkan daging maupun produksi telurnya. Manjemen pemeliharaan ayam Cemani sama dengan pemeliharaan ayam buras pada umumnya. Jenis pakan yang diberikan pada umur  1 bulan ke atas berupa pakan komersil juga bisa ditambahkan  nasi aking, bekatul.

Dressen, D.W. 1998. Hazard Analysis and Critical Control Point Systems as a Preventive Tool. JAVMA 213: 1.741-1.744.
Murdiati. T.B., A. Priadi, S. Rachmawati, dan Yuningsih. 2004. Susu Pasteurisasi dan Penerapan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 9: 172-180.